RIWAYAT-RIWAYAT SHAHIH SAAT MENJELANG WAFATNYA NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Oleh : Ust. Abul-Jauzaa’

Bismillah,
Artikel berikut merupakan paparan kisah seputar hari-hari wafatnya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam yang diambil dari riwayat-riwayat yang valid. Seleksi validitas riwayat dinukil dari telaahan Prof. Dr. Akram Dliyaa’ Al-’Umari hafidhahullah dalam bukunya : As-Siirah An-Nabawiyyah Ash-Shahiihah : Muhaawalatun li-Tathbiiqi Qawaaidil-Muhadditsiin fii Naqdi Riwaayaati As-Siirah An-Nabawiyyah. Di akhir pembahasan kami lengkapi dengan penjelasan Mamduh Farhan Al-Buhairi mengenai syubuhaat Syi’ah yang mengklaim bahwa Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam tidak wafat di pangkuan ’Aisyah, tapi di pangkuan ’Ali bin Abi Thalib.

Sekitar tiga bulan sepulang menunaikan haji wada’, beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menderita sakit yang cukup serius.[1] Beliau pertama kali mengeluhkan sakitnya di rumah Ummul-Mukminin Maimunah radliyallaahu ’anhaa[2]. Beliau sakit selama 10 hari,[3] dan akhirnya wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul-Awwal[4] pada usia 63 tahun.[5] Dan telah shahih (satu riwayat yang menyatakan) bahwa sakit beliau tersebut telah dirasakan semenjak tahun ketujuh pasca penaklukan Khaibar, yaitu setelah beliau mencicipi sepotong daging panggang yang telah dibubuhi racun yang disuguhkan oleh istri Sallaam bin Masykam Al-Yahudiyyah. Walaupun beliau sudah memuntahkannya dan tidak sampai menelannya, namun pengaruh racun tersebut masih tersisa.[6] Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam meminta ijin kepada istri-istrinya agar diperbolehkan untuk dirawat di rumah ’Aisyah Ummul-Mukminiin.[7] Ia (’Aisyah) mengusap-usapkankan tangan beliau pada badan beliau sambil membacakan surat Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas).
[8]

Ketika beliau shallallaahu ’alaihi wasallam dalam keadaan kritis, beliau berkata kepada para shahabat :

هلموا أكتب لكم كتابًَا لا تضلوا بعده

”Kemarilah, aku ingin menulis untuk kalian yang dengan itu kalian tidak akan tersesat setelahnya”.

Terjadi perselisihan di antara mereka. Sebagian berkeinginan memberikan alat-alat tulis (sebagaimana permintaan beliau), sebagian yang lain tidak setuju karena khawatir hal itu justru akan memberatkan beliau. Belakangan menjadi jelas bahwa perintah untuk menghadirkan alat tulis itu bukan merupakan hal yang wajib, namun merupakan sebuah pilihan. Ketika mendengar ’Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ’anhu mengatakan : (حسبنا كتاب الله) ”Kami telah cukup dengan Kitabullah”; maka beliau tidak mengulangi permintaannya tersebut. Seandainya hal itu merupakan satu kewajiban, tentu beliau akan menyampaikannya dalam bentuk pesan. Sebagaimana pada saat itu beliau berpesan secara langsung kepada mereka agar mengeluarkan orang-orang musyrik dari Jazirah ’Arab dan agar memuliakan rombongan delegasi yang datang ke Madinah.[9] Sebuah riwayat shahih menyebutkan bahwa beliau meminta alat tulis tersebut pada hari Kamis, 4 hari sebelum beliau wafat. «Seandainya permintaan tersebut wajib, niscaya beliau shallallaahu ’alaihi wasallam tidak akan meninggalkannya karena adanya perselisihan para shahabat pada waktu waktu itu. Beliau tidak mungkin meninggalkan tabligh (atas risalah) meskipun ada yang menyelisihi. Para shahabat sudah biasa mengkonfirmasi kepada beliau dalam beberapa perkara yang ada perintah secara pasti».

Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam memanggil Fathimah radliyallaahu ’anhaa yang kemudian membisikinya yang dengan itu kemudian Fathimah menangis. Beliau memanggil kembali dan membisikinya yang dengan itu kemudian Fathimah tersenyum. Setelah wafat, Fathimah menjelaskan bahwa ia menangis karena dibisiki bahwa beliau akan wafat, dan ia tersenyum karena dibisiki bahwa ia merupakan anggota keluarganya yang pertama yang akan menyusul beliau.[10] Dan salah satu tanda nubuwwah tersebut akhirnya terbukti.

Sakit yang beliau derita semakin bertambah berat sehingga beliau tidak sanggup keluar untuk shalat bersama para shahabat. Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :

مروا أبا بكر فليصل بالناس

”Suruhlah Abu Bakr agar shalat mengimami manusia”.

’Aisyah berusaha agar beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menunjuk orang lain saja karena khawatir orang-orang akan berprasangka yang bukan-bukan kepada ayahnya (Abu Bakr). ’Aisyah berkata :

إن أبا بكر رجل رقيق ضعيف الصوت كثير البكاء إذا قرأ القرآن

”Sesungguhnya Abu Bakr itu seorang laki-laki yang fisiknya lemah, suaranya pelan, mudah menangis ketika membaca Al-Qur’an”.[11]

Namun beliau tetap bersikeras dengan perintahnya tersebut. Akhirnya Abu Bakr maju menjadi imam shalat bagi para shahabat.[12] Pada satu hari, Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam keluar dengan dipapah oleh Ibnu ’Abbas dan ’Ali radliyallaahu ’anhuma untuk shalat bersama para shahabat, dan kemudian beliau berkhutbah. Beliau memuji-muji serta menjelaskan keutamaan Abu Bakr radliyallaahu ’anhu dalam khutbahnya tersebut dimana ia (Abu Bakr) disuruh memilih oleh Allah antara dunia dan kahirat, namun ia memilih akhirat.[13]

Khutbah terakhir yang beliau sampaikan tersebut adalah 5 hari sebelum wafat beliau. Beliau berkata di dalamnya :

إن عبدًا عرضت عليه الدنيا وزينتها فاختار الآخرة

”Sesungguhnya ada seorang hamba yang ditawari dunia dan perhiasannya, namun justru ia memilih akhirat”.

Abu Bakr paham bahwa yang dimaksud adalah dirinya. Ia pun menangis. Melihat hal tersebut, orang-orang merasa heran karena mereka tidak paham apa yang dirasakan oleh Abu Bakr.[14]

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam membuka tabir kamar ’Aisyah pada waktu shalat Shubuh, hari dimana beliau wafat, dan kemudian beliau memandang kepada para shahabat yang sedang berada pada shaf-shaf shalat. Kemudian beliau tersenyum dan tertawa kecil seakan-akan sedang berpamitan kepada mereka. Para shahabat merasa sangat gembira dengan keluar beliau tersebut. Abu Bakr pun mundur karena mengira bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ingin shalat bersama mereka. Namun beliau memberikan isyarat kepada mereka dengan tangannya agar menyelesaikan shalat mereka. Beliau kemudian kembali masuk kamar sambil menutup tabir.

Fathimah masuk menemui beliau shallallaahu ’alaihi wasallam dan berkata : ”Alangkah berat penderitaan ayah”. Maka beliau menjawab :

ليس على أبيك كرب بعد اليوم

”Setelah hari ini, tidak akan ada lagi penderitaan”.[15]

Usamah bin Zaid masuk, dan beliau memanggilnya dengan isyarat. Beliau sudah tidak sanggup lagi berbicara dikarenakan sakitnya yang semakin berat.[16]

Pada saat-saat menjelang ajal, beliau bersandar di dada ’Aisyah. ’Aisyah mengambil siwak pemberian dari saudaranya yang bernama ’Abdurrahman. Ia lalu menggigit siwak tersebut dengan giginya dan kemudian memberikannya kepada beliau shallallaahu ’alaihi wasallam. Beliaupun lantas bersiwak dengannya.[17]

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana yang berisi air dan membasuh mukanya. Beliau pun bersabda :

لا إله إلا الله إن للموت سكرات

”Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Sesungguhnya pada setiap kematian itu ada saat-saat sekarat”.[18]

Dan ’Aisyah samar-samar masih sempat mendengar sabda beliau :

مع الذين أنعم الله عليهم

”Bersama orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah”.[19]

Lalu beliau pun berdoa :

اللهم في الرفيق الأعلى

”Ya Allah, pertemukan aku dengan Ar-Rafiiqul-A’laa (Allah)”.

’Aisyah mengetahui bahwasannya beliau pada saat itu disuruh memilih, dan beliau pun memilih Ar-Rafiiqul-A’laa (Allah).[20]

Akhirnya beliau shallallaahu ’alaihi wasallam pun wafat pada waktu Dluhaa - dan ada yang mengatakan pada waktu tergelincirnya matahari - sedangkan kepala beliau di pangkuan ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa. Abu Bakr radliyallaahu ’anhu segera masuk, dimana ketika wafatnya beliau shallallaahu ’alaihi wasallam ia tidak berada di tempat. Ia membuka penutup wajah beliau, dan kemudian ia menutupnya kembali dan menciumnya. Ia pun keluar menemui orang-orang. Pada waktu itu, orang-orang berada dalam keadaan percaya dan tidak percaya atas khabar wafatnya beliau shallallaahu ’alaihi wasallam. ’Umar radliyallaahu ’anhu termasuk orang yang tidak percaya atas berita wafatnya beliau tersebut. Orang-orang pun kemudian berkumpul menemui Abu Bakr. Ia (Abu Bakr) pun kemudian berkata :

أما بعد، من كان منكم يعبد محمدًا فإن محمدًا قد مات، ومن كان منكم يعبد الله فإن الله حي لا يموت. قال الله : (وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ)
”Amma ba’du, barangsiapa di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad saat ini telah mati. Dan barangsiapa di antara kalian yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Allah telah berfirman : ”Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (QS. Aali ’Imraan : 144)”.

(Mendengar itu), maka para shahabat pun merasa tenang. Sementara itu, ’Umar radliyallaahu ’anhu duduk di tanah tidak sanggup berdiri. Seakan-akan mereka belum pernah mendengar ayat tersebut melainkan pada saat itu saja.[21]

Fathimah radliyallaahu ’anhaa berkata :

يا أبتاه أجاب ربًا دعاه.
يا أبتاه من جنة الفردوس مأواه.
يا أبتاه إلى جبريل ننعاه.

”Wahai ayah, Rabb telah memenuhi doamu
Wahai ayah, surga Firdaus tempat kembalimu
Wahai ayah, kepada Jibril kami mengkhabarkan atas kewafatanmu”.[22]

Semoga Allah melimpahkan shalawat, salam, barakah, dan nikmat kepada Nabi-Nya, keluarganya, dan para shahabatnya.

Dan akhir seruan/doa kami adalah alhamdulillaahi rabbil-’aalamiin.

[selesai – diambil dari kitab As-Siirah An-Nabawiyyah Ash-Shahiihah oleh Prof. Dr. Akram Dliyaa’ Al-’Umariy, 2/553-556; Maktabah Al-’Ulum wal-Hikam, Cet. 6/1415, Madinah Munawarah].
________

Tambahan keterangan dari syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairiy[23] tentang bantahan terhadap syubhat Syi’ah yang mengingkari riwayat wafatnya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam di dada ’Aisyah, dimana mereka mendasarkan pengingkaran mereka dengan riwayat-riwayat yang tidak valid.

1. Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Sa’d dengan sanad sampai ’Ali radliyallaahu ’anhu, ia berkata :

((أُدْعُوا لِي أَخِي))، فَأَتَيتُهُ، فَقَالَ : ((أَدْنُ مِنِّي))، فَدَنَوْتُ مِنْهُ، فَاسْتَنَدَ إِلَيَّ فَلَمْ يَزَلْ مُسْتَنِدًا إِلَيَّ، وَإِنَّهُ لَيُكَلِّمُنِيْ حَتَّى إِنَّ رِيْقَهُ لَيُصِيْبُنِيْ

”Panggilkan untukku saudaraku !”. Maka akupun mendatangi beliau, lalu beliau bersabda : ”Mendekatlah kepadaku !”. Maka akupun mendekat kepada beliau, kemudian beliau bersandar kepadaku dan tidak henti-hentinya beliau bersandar kepadaku, dan beliau berbicara kepadaku hingga air ludah beliau mengenaiku”.

Ini adalah hadits haalik (rusak) sangat dla’if, dikarenakan Ibnu Sa’d meriwayatkannya dari Muhammad bin ’Umar Al-Waqidiy. Dia adalah pendusta.

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata : ”Dia adalah pendusta, dia membolak-balik hadits”. Ibnu Ma’in rahimahullah berkata : ”Dia bukan termasuk orang yang tsiqah, haditsnya tidak ditulis”. Al-Bukhari dan Abu Hatim berkata : ”Matruk (haditsnya ditinggalkan)”. Abu Hatim dan An-Nasa’i juga berkata : ”Haditsnya diletakkan” [Al-Miizaan, 3/662].

2. Juga hadits ’Ali radliyallaahu ’anhu yang lain :

عَلِّمَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْفَ بَابٍ كُلُّ بَابٍ يَفْتَحُ أَلْفَ بَابٍ.

”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mengajari aku seribu bab, setiap bab membuka seribu bab”.

Ini adalah hadits maudlu’ (palsu), sebab ’Imran bin Haitsam adalah pendusta. Seandainya saja kita menyerah tidak mendebat keshahihan hadits ini, maka tidak ada di dalamnya hal yang menunjukkan bahwa pengajaran ini pada saat-saat kematian beliau shallallaahu ’alaihi wasallam, bahkan tidak masuk akal semua itu bisa dilakukan pada saat-saat seperti itu.

3. Hadits Jaabir bin ’Abdillah radliyallaahu ’anhu, bahwasannya Ka’b Al-Ahbar bertanya kepada ’Umar radliyallaahu ’anhu seraya berkata :

مَا آخِرُ مَا تَكَلَّمَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ عُمَرُ : سَلْ عَلِيًا.....

”Apa yang terakhir kali dibicarakan oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasalam ?”. Maka ’Umar menjawab : ”Tanyalah kepada ’Ali....”.

Hadits ini adalah dla’if (lemah) yang tidak boleh ditoleh, karena di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin ’Umar Al-Waqidi. Dia dalah matrukul-hadiits (haditsnya ditinggalkan) sebagaimana telah lalu perinciannya [Al-Miizaan, 3/662]. Juga di dalamnya terdapat Haram bin ’Utsman Al-Anshariy, dia juga matruk. Al-Imam Malik dan Yahya berkata : ”Dia tidak tsiqah”. Al-Imam Ahmad berkata : ”Manusia meninggalkan haditsnya”. Al-Imam Asy-Syafi’iy dan Yahya bin Ma’in berkata : ”Riwayat dari Haram hukumnya haram”. Ibnu Hibban berkata : ”Dia keterlaluan dalam memihak Syi’ah, membolak-balik sanad, dan membuat yang mursal menjadi marfu’ [Al-Miizaan, 1/468].

4. Hadits :

قِيْلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ : أَرَأَيْتَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوْفِيَ وَرَأْسُهُ فِي حِجْرِ أَحَدٍ؟ قَالَ : نَعَمْ، تُوْفِيَ وَإِنَّهُ لَمُسْتَنِدٌ إِلَى صَدْرِ عَلِيّ

Dikatakan kepada Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma : ”Apakah engkau melihat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam wafat dan kepala beliau di pangkuan seseorang ?”. Maka ia menjawab : ”Ya, beliau wafat dan beliau bersandar di dada ’Ali....”.

Hadits ini adalah dla’if (lemah). Karena di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin ’Umar Al-Waqidiy, dia adalah matrukul-hadits sebagaimana penjelasan sebelumya. Di dalam sanadnya juga terdapat orang yang bernama Sulaiman bin Dawud bin Al-Hushain, dari Abu Ghatfal, dia majhul tidak diketahui keadaannya.

5. Hadits ’Ali bin Al-Husain :

قُبِضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَرَأْسُهُ فِي حِجْرِ عَلِيٍّ.

”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam wafat sementara kepala beliau di pangkuan ’Ali”.

Hadits ini dla’if, karena di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin ’Umar Al-Waqidiy. Dia matrukul-hadiits. Di samping itu, sanadnya terputus.

6. Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Sa’d dengan sanadnya kepada Asy’Sya’biy, ia berkata :

تُوْفِيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَأْسُهُ فِي حُجْرِ عَلِيٍّ.

”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam wafat sementara kepala beliau ada di pangkuan ’Ali”.

Dalam sanad hadits ini terdapat Muhammad bin ’Umar Al-Waqidiy yang dia ini matruk. Selain itu, dalam sanadnya terdapat Abul-Huwairits yang namanya adalah ’Abdurrahman bin Mu’awiyyah. Ibnu Ma’in dan yang lainnya berkata : ”Tidak bisa dijadikan hujjah”. Al-Imam Malik dan An-Nasa’i berkata : ”Dia tidak tsiqah” [Al-Miizaan, 2/591].

7. Hadits Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata :

كَانَ عَلِيٌّ لَأَقْرَبُ النَّاسِ عَهدًا بِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.....

“’Ali adalah benar-benar manusia yang paling dekat masanya dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam”.

Hadits ini shahih, namun sama sekali tidak menafikkan hadits ‘Aisyah bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam wafat di dadanya, bahkan hadits ‘Aisyah lebih shahih dari hadits Ummu Salamah. Para ulama ahli hadits telah menggabungkan dan mengkompromikan antara hadits Ummu Salamah dengan hadits ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhuma.

Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul-Baariy (12/255) : “Mungkin bisa dikompromikan bahwa ‘Ali adalah orang yang paling akhir masanya dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dia tidak meninggalkan beliau hingga kepala beliau condong. Saat itu dia menyangka bahwa beliau telah wafat. Maka dia adalah orang yang paling akhir bertemu dengan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau siuman, dan dia sudah pergi. Setelah itu ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa menyandarkan beliau di dadanya, kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam wafat”.

8. Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr dari ‘Ali radliyallaahu ’anhum, ia berkata :

“Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepadaku seribu bab, pada setiap bab dibukakan untuknya seribu bab”.

Hadits ini adalah dla’if, di dalam sanadnya terdapat Kaamil bin Thalhah. Para ulama ahli hadits berselisih tentangnya. Al-Imam Ahmad dan Ad-Daruquthni menyatakan tsiqah, namun Yahya bin Ma’in berkata : “Tidak bernilai apa-apa” [Al-Miizaan, 3/400].

Di dalam sanadnya juga terdapat ‘Abdullah bin Lahi’ah. Ibnu Ma’in berkata : “Dia lemah, tidak bisa dijadikan hujjah”. Yahya bin sa’id sama sekali tidak menganggapnya sama sekali. Abu Zur’ah berkata : ”Dia bukan termasuk orang yang bisa dijadikan hujjah dengan haditsnya”. An-Nasa’i berkata : ”Dia lemah”. Al-Jauzajani berkata : ”Tidak ada cahaya pada haditsnya, tidak layak berhujjah dengannya”. Al-Bukhari berkata dalam kitab Adl-Dlu’afaa’ saat menyebut Ibnu Lahi’ah dengan mengomentari hadits yang diriwayatkannya : ”Ini adalah munkar”.

Di dalam sanadnya juga terdapat Huyay bin ’Abdillah Al-Maghafiriy. Ibnu ’Adiy berkata : ”Ibnu Lahi’ah memiliki sekian belas hadits yang umumnya munkar. Diantaranya hadits : ”Beliau mengajarkan kepadaku seribu bab, pada setiap bab dibukakan untuknya seribu bab” [Al-Miizaan, 1/623].

Adapun orang yang tanpa ilmu menginginkan untuk menjadikan hadits-hadits lemah lebih kuat sanadnya, maka itu adalah murni disebabkan hawa nafsu. Tentang hadits-hadits tersebut, Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata : ”Hadits ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa menceritakan bahwa beliau shallallaahu ’alaihi wasallam wafat di antara dada dan lehernya; membantah apa yang diriwayatkan Al-Haakim dan Ibnu Sa’d dari berbagai jalur yang menceritakan bahwa Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam wafat sementara kepala beliau ada di pangkuan ’Ali radliyallaahu ’anhu. Seluruh jalan hadits tersebut tidak luput dari orang Syi’ah. Maka tidak layak dilirik sama sekali” [Fathul-Baariy, 8/139].

Read more: http://www.abuayaz.co.cc/2011/05/riwayat-riwayat-shahih-saat-menjelang.html#ixzz1OmIp4SL9

kisah detik-detik wafatnya Nabi Muhammad SAW mudah-mudahan cerita ini bermanfaat! Dari Ibnu Mas'ud r. a., bahwasanya dia berkata: "Ketika ajal Rasulu

kisah detik-detik wafatnya Nabi Muhammad SAW
mudah-mudahan cerita ini bermanfaat!

Dari Ibnu Mas'ud r. a., bahwasanya dia berkata: "Ketika ajal Rasulullah S.A.W sudah dekat, baginda mengumpulkan kami dirumah Siti Aisyah r. a. Kemudian baginda memandang kami sambil berlinang air matanya, lalu bersabda: Marhaban bikum, semoga Allah memanjangkan umur kamu semua, semoga Allah menyayangi, menolong dan memberikan petunjuk kepada kamu. Aku berwasiat kepada kamu, agar bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya aku adalah sebagai pemberi peringatan untuk kamu. Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah. "

Kemudian kami bertanya: "Bilakah ajal baginda ya Rasulullah?"
Baginda menjawab: "Ajalku telah hampir, dan akan pindah ke hadrat Allah, ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila. "
Kami bertanya lagi: "Siapakah yang akan memandikan baginda ya Rasulullah?"
Rasulullah menjawab: "Salah seorang ahli bait. "
Kami bertanya: "Bagaimana nanti kami mengafani baginda ya Rasulullah?"
Baginda menjawab: "Dengan bajuku ini atau pakaian Yamaniyah. "
Kami bertanya: "Siapakah yang menyolatkan baginda di antara kami?"
Kami menangis dan Rasulullah S.A.W pun turut menangis.

Kemudian baginda bersabda: "Tenanglah, semoga Allah mengampuni kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku, maka letakanlah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang kuburku. Kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama menyolatkan aku adalah sahabatku Jibril as. Kemudian Mikail, kemudian Israfil kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tentaranya. Kemudian masuklah anda dengan sebaik-baiknya. Dan hendaklah yang pertama solat adalah kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanita-wanitanya, dan kemudian kamu semua. "

SEMAKIN PARAH:
Semenjak hari itu, Rasulullah S.A.W bertambahparah sakit yang ditanggungnya selama 18 hari. Setiap hari, banyak yang mengunjungi baginda, sampailah datangnya hari Senin, disaat baginda menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Sehari menjelang baginda wafat yaitu pada hari Ahad, penyakit baginda semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin Rabah selesai mengumandangkan azannya, dia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah, kemudian memberi salam:
"Assalamualaikum ya Rasulullah?"
Kemudian dia berkata lagi: "Assolah yarhamukallah. "
Fatimah menjawab: "Rasulullah dalam keadaan sakit. "
Maka kembalilah Bilal ke dalam masjid. Ketika bumi terang disinari matahari siang, maka Bilal datang lagi ke tempat Rasulullah, lalu dia berkata seperti perkataan yang tadi. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan menyuruh dia masuk. Setelah Bilal bin Rabah masuk, Rasulullah S.A.W bersabda:

"Saya sekarang berada dalam keadaan sakit. Wahai Bilal, kamu perintahkan saja agar Abu Bakar menjadi imam dalam solat. "Maka keluarlah Bilal sambil meletakkan tangan di atas kepalanya sambil berkata: "Aduhai, alangkah baiknya bila aku tidak dilahirkan ibuku?"
Kemudian dia memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam solat tersebut.

Ketika Abu Bakar r. a. melihat ke tempat Rasulullah S.A.W yang kosong, sebagai seorang lelaki yang lemah lembut, dia tidak dapat menahan perasaannya lagi, lalu dia menjerit dan akhirnya dia pingsan. Orang-orang yang berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengar oleh Rasulullah S.A.W.

Baginda bertanya: "Wahai Fatimah, suara apakah yang bising itu?"
Siti Fatimah menjawab: "Orang-orang menjadi bising dan bingung karena Rasulullah S.A.W tidak bersama mereka. "
Kemudian Rasulullah S.A.W memanggil Ali bin Abi Talib dan Abbas r. a. Sambil dibimbing oleh mereka berdua, maka baginda berjalan menuju ke masjid.
Baginda solat dua rakaat. Setelah itu baginda melihat kepada orang ramai dan bersabda:

"Ya ma aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah. Sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas kamu semua, setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa kepada Allah SWT karena aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada di alam dunia ini. "

MALAIKAT MAUT DATANG BERTAMU:
Pada hari esoknya yaitu pada hari Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya dia turun menemui Rasulullah S.A.W dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah S.A.W dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk.
Tetapi jika Rasulullah S.A.W tidak mengizinkannya, dia tidak boleh masuk dan hendaklah dia kembali saja.

Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT. Dia menyamar sebagai orang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah S.A.W, Malaikat Maut itupun berkata: "Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!"
Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: "Wahai Abdullah (hamba Allah), Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit. "
Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: "Assalamualaikum, bolehkah saya masuk?"
Akhirnya Rasulullah S.A.W mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya kepada puterinya Fatimah: "Siapakah yang ada di muka pintu itu?"
Fatimah menjawab: "Seorang lelaki memanggil baginda. Saya katakan kepadanya bahwa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma. "
Rasulullah S.A.W bersabda: "Tahukah kamu siapakah dia?"
Fatimah menjawab: "Tidak wahai baginda. "

Lalu Rasulullah S.A.W menjelaskan: "Wahai Fatimah, dia adalah pengusir kelezatan, pemutus keinginan, pemisah jemaah dan yang meramaikan kubur.
Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda: "Masuklah, wahai Malaikat Maut. "
Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: "Assalamualaika ya Rasulullah. "

Rasulullah S.A.W pun menjawab: "Waalaikassalam ya Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?"
Malaikat Maut menjawab: "Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang. "

Rasulullah S.A.W bertanya: "Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan kecintaanku Jibril?"
Jawab Malaikat Maut: "Saya tinggal dia di langit dunia. "
Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril a. s. datang lalu duduk di samping Rasulullah S.A.W. Maka bersabdalah Rasulullah S.A.W: "Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa ajalku telah dekat?"
Jibril menjawab: "Ya, wahai kekasih Allah. "

KETIKA SAKARATUL MAUT:
Seterusnya Rasulullah S.A.W bersabda: "Beritahu kepadaku wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya?"
Jibril pun menjawab: "Bahwasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu. "

Baginda S.A.W bersabda: "Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku?"
Jibril menjawab lagi: "Bahwasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu. "

Baginda S.A.W bersabda lagi: "Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang disediakan Allah untukku?"
Jibril menjawab: "Aku memberikan berita gembira untuk tuan. Tuanlah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat nanti. "

Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda: "Segala puji dan syukur aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang kabar yang menggembirakan aku. "
Jibril a. s. bertanya: "Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan?"
Rasulullah S.A.W menjawab: "Tentang kegelisahanku. Apakah yang akan diperoleh oleh orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?"
Jibril menjawab: "Saya membawa kabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu. "
Maka berkatalah Rasulullah S.A.W: "Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku. "
Lalu Malaikat Maut pun mendekati Rasulullah S.A.W

Ali r. a. bertanya: "Wahai Rasulullah S.A.W, siapakah yang akan memandikan baginda dan siapakah yang akan mengafaninya?"
Rasulullah menjawab: "Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Syurga. "

Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah S.A.W. Ketika roh baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: "Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut. "
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Jibril a. s. memalingkan mukanya. Lalu Rasulullah S.A.W bertanya: "Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang mukaku?"
Jibril menjawab: "Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?" Akhirnya roh yang mulia itupun meninggalkan jasad Rasulullah S.A.W.

Hari-Hari Menjelang Wafatnya Nabi Muhammad SAW

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas rda. pada saat sudah dekat wafatnya Rasulullah s.a.w., beliau menyuruh Bilal azan untuk mengerjakan shalat, lalu berkumpul para Muhajirin dan Anshar di masjid Rasulullah s.a.w.. Kemudian Rasulullah s.a.w. menunaikan shalat dua raka’at bersama semua yang hadir. Setelah selesai mengerjakan shalat beliau bangun dan naik ke atas mimbar dan berkata: “Allhamdulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak orang kepada jalan Allah dengan izinnya. Dan saya ini adalah sebagai saudara kandung kalian, yang kasih sayang pada kalian semua seperti seorang ayah. Oleh karena itu kalau ada yang mempunyai hak untuk menuntutku, maka hendaklah ia bangun dan balaslah saya sebelum saya dituntut di hari kiamat.”

Rasulullah s.a.w. berkata demikian sebanyak 3 kali kemudian bangunlah seorang lelaki yang bernama ‘Ukasyah bin Muhshan dan berkata: “Demi ayahku dan ibuku ya Rasulullah s.a.w, kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali sudah tentu saya tidak mau melakukan hal ini.” Lalu ‘Ukasyah berkata lagi: “Sesungguhnya dalam Perang Badar saya bersamamu ya Rasulullah, pada masa itu saya mengikuti unta anda dari belakang, setelah dekat saya pun turun menghampiri anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha anda, tetapi anda telah mengambil tongkat dan memukul unta anda untuk berjalan cepat, yang mana pada masa itu saya pun anda pukul pada tulang rusuk saya. Oleh itu saya ingin tahu sama anda sengaja memukul saya atau hendak memukul unta tersebut.”

Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai ‘Ukasyah, Rasulullah s.a.w. sengaja memukul kamu.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Bilal r.a.: “Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku ke mari.” Bilal keluar dari masjid menuju ke rumah Fatimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata: “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk diqishash.”

Setelah Bilal sampai di rumah Fatimah maka Bilal pun memberi salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fatimah r.a. menyahut dengan berkata: “Siapakah di pintu?.” Lalu Bilal r.a. berkata: “Saya Bilal, saya telah diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. untuk mengambil tongkat beliau.” Kemudian Fatimah r.a. berkata: “Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya.” Berkata Bilal r.a.: “Wahai Fatimah, ayhandamu telah menyediakan dirinya untuk diqishash.” Bertanya Fatimah. r.a. lagi: “Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah s.a.w.?.” Bilal r.a. tidak menjawab pertanyaan Fatimah r.a., segeralah Fatimah r.a. memberikan tongkat tersebut, maka Bilal pun membawa tongkat itu kepada Rasulullah S.A.W.

Setelah Rasulullah S.A.W. menerima tongkat tersebut dari Bilal r.a. maka beliau pun menyerahkan kepada ‘Ukasyah. Ketika melihat hal itu maka sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq dan sayyidina Umar bin Khattab berdiri dan berkata, “Hai Ukasyah! Kami sekarang berada di hadapanmu! Pukul dan qisaslah kami berdua sepuasmu dan jangan sekali-kali engkau pukul Rasulullah saw.!” Namun, dengan lembut, Rasulullah saw. berkata kepada kedua sahabat terkasihnya itu, “Duduklah kalian berdua. Allah telah mengetahui kedudukan kalian.” Kemudian berdiri sayyidina Ali bin Abi Thalib yang langsung berkata, “Hai Ukasyah! Aku ini sekarang masih hidup di hadapan Nabi saw. Aku tidak sampai hati melihat kalau engkau akan mengambil kesempatan qisas memukul Rasulullah. Inilah punggungku, maka qisaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku semaumu dengan tangan engkau sendiri!” Berkata Rasulullah saw. “Allah Swt. telah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali!”
Setelah itu cucu Rasulullah Hasan dan Husin bangun dengan berkata: “Wahai ‘Ukasyah, bukankah kamu tidak tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah s.a.w., kalau kamu menqishash kami sama dengan kamu menqishash Rasulullah s.a.w.” Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai buah hatiku, duduklah kalian berdua.” Berkata Rasulullah s.a.w. “Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau kamu hendak memukul.” Kemudian ‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.” Maka Rasulullah s.a.w. pun membuka baju, terlihatlah kulit baginda yang putih dan halus maka menangislah semua yang hadir.

seketika ‘Ukasyah melihat tubuh badan Rasulullah s.a.w. maka ia pun mencium beliau dan berkata; “Saya tebus anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah s.a.w. siapakah yang sanggup memukul anda. Saya melakukan begini karena saya hendak menyentuhkan badan anda yang dimuliakan oleh Allah s.w.t dengan badan saya. Dan Allah s.w.t. menjaga saya dari neraka dengan kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: “Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu hendak melihat ahli syurga, inilah orangnya.”

Kemudian semua jemaah bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para jemaah pun berkata: “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperolehi derajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah s.a.w. di dalam syurga.”

Sumber: Durrotun Naashihiin karya Syeikh �Ustman bin Hasan hal 72...

Setiap ku membaca kisah ini air mataku terurai, membayangkan apabila ku menjadi salah satu sahabat yang hadir di waktu itu, aku pun pasti akan merasa sedih kehilang Sang Nabi tercinta....Allaahumma yassir lanaa syafa�atuhu bi�izzatika wajalaalika...Amiin
Tetap update tulisan dari Dede Rukmana di manapun dengan http://m.Abatasa.com dari browser ponsel anda!

Kisah Pengemis dan Rasulallah

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya,Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong,dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu,Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?

Aisyah RA menjawab,Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja. Apakah Itu?, tanya Abubakar RA.Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana, kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, Siapakah kamu? Abubakar RA menjawab,Aku orang yang biasa (mendatangi engkau). Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku, bantah si pengemis buta itu.

Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku, pengemis itu selanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia....

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.
Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW?
Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau? Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.

Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.

Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak orang apabila kam u mencintai Rasulullahmu. ..